Apa yang Terjadi?

todaycolombia.com – Baru-baru ini, ribuan bahkan ratusan ribu masyarakat di Indonesia diduga mengikuti tren “galbay”—yaitu sengaja gagal bayar utang pinjaman online (pinjol). Aksi ini dipicu oleh ajakan dari kelompok di media sosial seperti Facebook, Instagram, TikTok, YouTube, hingga X.

Kelompok-kelompok ini menyediakan tips agar peminjam bisa kabur dari penagihan, termasuk mengganti nomor, memblokir telepon, hingga menghapus aplikasi pinjol.

Perspektif AFPI

Entjik S. Djafar, Ketua Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI):

  • Mengonfirmasi ada ribuan hingga ratusan ribu ‘anggota’ dalam grup galbay.

  • Menegaskan sebagian besar pelaku bukan karena ketidakmampuan bayar, melainkan sengaja menolak membayar.

  • Menyebut pola perilaku seperti menghindar, memblokir, dan mengabaikan penagihan mengikuti “ajakan galbay” ini.

  • Menyatakan industri fintech mengalami kerugian signifikan, terutama akibat meningkatnya non-performing loan (NPL), dan mendukung tindakan hukum terhadap penyebar ajakan.

Dampak dan Data

Menurut AFPI & OJK:

  • Total pinjaman fintech P2P hingga Februari 2025 mencapai Rp 80,07 triliun.

  • Presentase wanprestasi atau TWP 90 sebesar 2,78 %.

  • Provinsi dengan outstanding tertinggi:

    • Jawa Barat – Rp 20,23 triliun (NPL 3,38 %)

    • DKI Jakarta – Rp 12,55 triliun (NPL 3,21 %)

    • Jawa Timur – Rp 10,02 triliun (NPL 2,98 %).

Modus Aksi “Galbay”

Komunitas galbay menyosialisasikan taktik-taktik:

  • Ganti nomor telepon dan memblokir penagih.

  • Hapus aplikasi pinjol dari ponsel.

  • Menolak komunikasi, bersikap dingin bahkan kasar terhadap debt collector.

Modus seperti ini disebut bisa merusak industri dan menurunkan kepercayaan pemberi dana.

 

Respons Regulator & Industri

  • AFPI menggalang laporan kepada OJK dan kepolisian, menyiapkan proses hukum terhadap pelaku ajakan galbay.

  • Rekomendasi integrasi data gagal bayar ke SLIK OJK, sehingga peminjam galbay berpotensi ditolak saat mengajukan kredit lainnya seperti KPR atau KKB.

Peringatan bagi Publik

Menolak bayar utang pinjol bukan hanya merugikan lembaga fintech, tapi juga:

  • Bisa dikenai denda, bunga, atau dampak hukum.

  • Berisiko memengaruhi kredibilitas kredit di masa depan bila masuk ke data OJK.

Kesimpulan

Fenomena “galbay ribuan orang” bukan sekadar tren, tetapi bentuk aksi terorganisir yang memanfaatkan tekanan media sosial. Walau sebagian pelaku mungkin tidak mampu bayar, banyak pula yang sadar-sengaja mengikuti ajakan galbay. Ini menimbulkan risiko besar:

  • Memburuknya angka NPL dan kerugian fintech.

  • Ancaman pemrosesan hukum terhadap penyebar ajakan galbay.

  • Dampak pada reputasi lembaga pinjol dan kepercayaan masyarakat.

Rekomendasi bagi Masyarakat

  1. Hindari terjebak tren galbay—utang tetap harus dilunasi sesuai ketentuan.

  2. Pahami risiko: denda, bunga, catatan buruk pada OJK.

  3. Lapor penyedia pinjol ilegal—hanya gunakan layanan yang terdaftar resmi oleh OJK/AFPI.

  4. Manfaatkan saluran resmi jika kesulitan bayar: ajukan restrukturisasi, perpanjangan tenor, atau konsultasi dengan penyedia yang sah.

 

Fenomena “ogah bayar utang pinjol” menyebar cepat lewat media sosial Demo Spaceman, namun konsekuensinya nyata dan serius. Industri fintech siap bertindak tegas—semoga masyarakat semakin bijak dalam penggunaan pinjol.